Dua Kali Gagal Periksa Ricky Ham Pagawak, KPK Minta Pengacara Kooperatif
N/A • 27 March 2023 12:23
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan komunikasi dengan kuasa hukum Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak. Tujuannya, agar pemeriksaan bisa dilakukan. Sebelumnya, KPK sempat gagal memeriksa Ricky sebanyak dua kali karena kuasa hukumnya tidak hadir. Padahal, dia sudah menunjuk pengacara untuk mendampinginya.
"Kami akan terus berkomunikasi untuk melakukan pemeriksaan RHP (Ricky Ham Pagawak), tentunya dengan didampingi kuasa hukumnya," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur melalui keterangan tertulis, Senin (27/3/2023).
"Surat penunjukannya sudah sampai ke kami atau dikirim oleh kantor pengacara dimaksud," lanjut Asep.
KPK berharap kuasa hukum Ricky segera mendampingi kliennya. Hal itu untuk mempercepat proses hukum dan pemberkasan kasus.
Ricky diduga telah menerima suap dan gratifikasi serta melakukan pencucian uang. Total uang panas yang telah dinikmati ditaksir mencapai Rp200 miliar.
Uang panas itu berkaitan dengan proyek pembangunan infrastruktur di Pemkab Mamberamo Tengah. Ricky tercatat ikut banyak mengerjakan pembangunan infrastruktur selama menjabat sebagai bupati dua periode.
Dia diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk menentukan sendiri kontraktor yang mengerjakan proyek di sana. Nilai pembangunannya diketahui mencapai belasan miliar rupiah.
Setidaknya, ada tiga pihak swasta yang diduga memberikan suap ke Ricky. Mereka adalah Direktur Utama PT Bina Karya Raya Siman Pampang, Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusiendra Pribadi Pampang dan Direktur PT Solata Sukses Membangun Marten Toding.
Ricky juga diduga memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek yang diinginkan tiga orang tersebut. Jusiendra diduga mendapatkan 18 pekerjaan paket senilai Rp217,7 miliar.
Sementara itu Siman diduga mendapatkan enam paket proyek senilai Rp179,4 miliar. Sedangkan Marten hanya mendapat tiga paket senilai Rp9,4 miliar.
Ricky juga diduga menerima banyak gratifikasi dari berbagai pihak. Namun, KPK enggan memerinci identitas dan maksud pemberian uang panas tersebut.
Ricky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(Silvana Febriari)