Nasional • 1 month ago
Situasi di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan, tengah membara. TNI kini meningkatkan status operasi menjadi siaga tempur. Pemicunya ialah 4 prajurit gugur, 4 luka-luka, dan 1 lainnya hilang, setelah diserang kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua.
Pihak militer Indonesia mengeklaim siaga tempur bak hukum aksi-reaksi. TNI pantang berperang andai saja KKB tidak menyerang. Awalnya, sebanyak 36 prajurit tengah melakukan operasi pencarian pilot Susi Air yang disandera KKB sejak 7 Februari 2023.
Namun, tiba-tiba KKB menyerang. Serangan mendadak itu mengakibatkan Pratu Miftahul Arifin tertembak. Ia sempat jatuh ke jurang sedalam 15 meter dan ditemukan meninggal. Yang menyedihkan, pasukan TNI malah dihujani tembakan oleh KKB saat mengevakuasi korban.
Insiden itu terjadi di wilayah Mugi-Mam, Nduga, Sabtu (15/4). Duka mendalam kini dirasakan keluarga prajurit yang gugur dan institusi TNI secara keseluruhan.
Dua hari kemudian, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono bersama-sama para pejabat tinggi Markas Besar TNI bertolak ke Papua. Keputusan dari sana kemudian diambil. Operasi pembebasan pilot Susi Air ditingkatkan menjadi siaga tempur.
Panglima TNI mengatakan pendekatan komunikasi tetap dikedepankan. Namun, naluri tempur para pasukan harus terbangun untuk menghadapi para gerombolan pengacau di ‘Bumi Cenderawasih’. Tentara Nasional Indonesia tidak ingin terus menjadi bulan-bulanan.
Sekali lagi, hilangnya nyawa prajurit TNI sangatlah disayangkan. Namun, kita harus mengingatkan. Siaga tempur jangan sampai mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dari masyarakat sipil. Itu amat mungkin terjadi manakala TNI dan KKB sudah memutuskan untuk berhadap-hadapan.
Negara tentu tidak boleh kalah dari KKB atau yang kini dinamai kelompok separatis teroris (KST). Mereka harus bisa ditaklukkan. Harapan terbesar ialah untuk menghadirkan damai bagi seluruh orang asli Papua (OAP).
Di sisi lain, kita tidak dapat mengesampingkan suara Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Terlepas dari ketidaksetujuan mereka terhadap siaga tempur, ada poin besar yang layak untuk didengar dan disuarakan.
Pemerintah dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) harus tetap membuka ruang dialog yang setara dan bermartabat. Langkah itu terbukti berhasil menyelesaikan persoalan di Aceh dan Poso serta sejumlah daerah berkonflik lainnya.
Kita harus mengingatkan, betul-betul mengingatkan, bahwa Presiden Jokowi, Menko Polhukam Mahfud MD, dan TNI-Polri telah setuju untuk melakukan dialog damai dengan orang asli Papua termasuk dengan OPM.
Komnas HAM pernah menginisiasi setahun yang silam.
Ketua Komnas HAM ketika itu, Ahmad Taufan Damanik, memang mewanti-wanti bahwa dialog damai antara Jakarta dan Papua akan memakan proses panjang. Itu sangat bergantung pada situasi politik, konflik, serta keamanan di ‘Bumi Cenderawasih’.
Siaga tempur haruslah berbatas waktu untuk menghadirkan kepastian. Daerah-daerah yang ditandai sebagai pusat-pusat operasi KKB tidak boleh terlalu lama diwarnai nuansa perang. Ujung dari itu semua ialah bagaimana kedua pihak duduk satu meja menyelesaikan masalah.
Siaga tempur telah ditetapkan, tetapi semangat membangun dialog pantang untuk padam. Di akhir operasi jangan pula aparat kita diseret sebagai pelaku pelanggaran HAM. Biar bagaimanapun, Papua sejatinya ialah kita. Kita Indonesia.
Sumber: Media Indonesia